Bab 01: Jangan Panik, Itu Jebakan Roh (Bagian 01)

Zuuuuu………..bersamaan dengan suara keras dari sebuah mesin, perlahan kasur itupun masuk ke dalam mesin pemeriksa yang besar.

“U……….”

Di atas kasur itu tengah terbaring Itsuka Shidou, yang perlahan menutup kelopak mantanya.
Hingga saat ini, ia telah menjalani beberapa pemeriksaan, dan sesuai perkiraan, rasanya kurang menyenangkan.

Rasanya menakutkan seolah ia adalah manusia purba yang tengah ditelan oleh monster raksasa.
Setelah seluruh tubuh Shidou ke dalam mesin itu, cahaya dari sinar-x menembus tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, mesin itupun mengeluarkan kembali kasur dimana Shidou tengah terbaring.

“---------Ya, sudah selesai Shidou.”

“Ng…………….”

Setelah mendengar suara yang berasal dari atas, Shidou pun membuka matanya yang tadi telah tertutup.

Di samping kasur itu, berdiri seorang gadis menatapnya dengan penuh perhatian. Rambutnya diikat oleh pita berwarna hitam.

Gadis itu sedang memakan chupa-cups di mulutnya. Jika kau melihat penampilannya yang seperti itu, kau hanya akan merasakan kalau dia hanyalah seorang gadis yang manis.

Gadis itu mengenakan pakaian militer berwarna merah, ekspresi wajahnya datar. Penampilannya terlihat kurang pas dengan pakaian itu.

Gadis itu sudah pasti. Tidak lain adalah adik perempuan Shidou sendiri, sekaligus komandan <Ratatosk>, Itsuka Kotori.

“Bagaimana keadaan tubuhmu?”

“Aah, aku baik-baik saja. Tapi……… berapa lama aku harus terus menjalani ini? Rasanya sudah setengah bulan aku menjalaninya………”

Shidou tersenyum kecut sambil membangunkan tubuhnya dari atas kasur. Memang benar hingga saat ini, sesaat setelah ia menyegel kekuatan roh, ia selalu menjalani pemeriksaan semacam ini, akan tetapi, jangka waktu permeriksaannya saat ini menjadi lebih lama dibandingkan biasanya.

Sejauh ini, Shidou sendiri sudah paham cara kerja mesin ini. Mesin dan peralatan dari MR1 ini terlihat seperti cylinder raksasa yang saling terhubung. Lubang masuknya yang besar membuatnya terlihat seperti mulut ular.

Melihat reaksi Shidou, Kotori menghela napas.

“Hey…………..Shidou, kau sudah mengerti, ‘kan? Mengenai bagaimana kondisi tubuhmu saat ini?”

“Uh…………….”

Sejujurnya, Shidou enggan untuk menjawabnya.

Pada awal bulan ini, terdapat sesuatu yang mengganggu hubungan antara Shidou dengan para roh.
Di akibatkan kekuatan para roh yang menjadi lepas kendali, justru malah Shidou lah yang menjadi lepas kendali.

Tetapi berkat bantuan dari semua orang, masalah itu dapat terselesaikan. Sejak saat itu, Kotori jadi lebih memperhatikan kondisi tubuh Shidou daripada sebelumnya.

“Maaf…………terimakasih, karena aku tidak ingat apapun aku jadi tidak tahu harus berkata apa………”

Shidou meminta maaf, Kotori hanya berkata “Huh………” lalu mengalihkan pandangannya dari Shidou.

“………….Fuu. Benar juga. Maaf.”

“Ah, tidak, bukan begitu maksud………..”

Melihat reaksi Kotori, Shidou langsung terdiam dan merenung.
Sejak saat itu, pembicaraan jadi terhenti untuk beberapa detik.
Saat ini Kotori memperlihatkan sikap yang berbeda dari biasanya. Ia tidak membalas Shidou dengan omelan kasar seperti biasanya. Itu semua karena Kotori merasa bersalah karena telah berusaha menghabisi Shidou sebelumnya.

“Ah…………..”

Entah mengapa, itu terasa tidak nyaman. Bukannya Shidou ingin membuat Kotori marah, tetapi sebagai kakak laki-lakinya, melihat Kotori sangat depresi membuat Shidou merasakan sakit.
Shidou merubah posisi tubuhnya di atas kasur, kemudian mulai mendekat ke arah Kotori saat itu juga.

“Apa~, jangan merajuk begitu~. Onii-chan jadi kesepian nih~”

“Apa……………?! T-Tunggu, apa yang kau lakukan?!”

“Ahh! Jangan nempel-nempel!”

Wajah Kotori menjadi merah, kemudian Shidou menerima pukulan dari Kotori setelahnya. Entah bagaimana, Kotori yang biasa sudah kembali sekarang. Setelah merasakan rasa sakit di kepalanya, Shidou mengusap kepalanya dan tertawa kecil.

“……………………..Apa-apaan kau, menakutkan. Tidakkah kau merasa kalau ada yang aneh dengan dirimu itu?”

“Bukan begitu, pukulanmu tadi membuktikan kalau kau sudah kembali menjadi Kotori yang biasanya. Terimakasih Kotori.”

Setelah Shidou mengatakan itu, wajah Kotori kembali memerah. Sangat jelas terlihat di wajahnya. Lalu, Shidou mengusap kepala Kotori. Bahu Kotori gemetar sedikit, tetapi ia membiarkan Shidou terus mengusap kepalanya.
Setelah itu, terdengar samar-samar suara seseorang memanggil mereka.

“…………………..Maaf mengganggu, kalian berdua.”

“…………!”

Setelah mendengar suara itu, badan Kotori mulai gemetaran. Segera, ia menjauhkan tangan Shidou dari atas kepalanya.

“A-Aah Reine, kau cepat juga. Apakah hasilnya sudah keluar?”

Kemudian ekspresi wajah semua orang berubah menjadi serius, mereka pergi mendekati sumber suara tersebut. Shidou dan Kotori berjalan bersama, ada seseorang yang melihat mereka dari arah sana.
Saat itu, terdapat seorang wanita mengenakan seragam <Ratatosk>. Wanita itu memiliki rambut panjang yang ditata dengan gaya rambut sederhana dan menaruh boneka teddy bear tua di kantung dadanya. Boneka teddy bear itu memiliki banyak goresan, dan wajah wanita itu terlihat sangat pucat. Dadanya yang besar menekan boneka teddy bear itu sehingga membuat dadanya terlihat lebih besar lagi.

Murasame Reine, seorang analis di sana, sekaligus rekan kerja Kotori.

“………………..Ya. Benda ini mirip dengan <Fraxinus>, mesin ini memiliki realizer yang ter-install di dalamnya.”

Sambil mengatakan itu, tangan Reine menunjuk beberapa dokumen yang terpampang di papan board.

“…………………Lihatlah, nilai kekuatan roh di dalam Shin dari awal hingga saat ini sudah mulai turun ke keadaan normal. Mesin ini tidak dapat mendeteksi kekuatan roh yang tidak normal dalam dirinya. Status hubungan diantara kau dan para roh juga sudah kembali normal………..Dengan begini, kau bisa kembali ke permeriksaan rutin yang biasanya.”

“Benarkah? Syukurlah.”

Sembari Shidou berkata begitu, ia mengubah kembali posisi tubuhnya dan meregangkan tubuhnya.
Saat ini Shidou dan yang lainnya tengah berada di dalam fasilitas bawah tanah milik <Ratatosk>. Karena <Fraxinus> saat ini sedang dalam perbaikan, mereka semua harus menlangsungkan permeriksaan medis rutin di fasilitas bawah tanah.

Sebagai tambahan, setengah bulan telah berlalu semenjak hari itu dan sekarang sudah hampir mencapai akhir bulan. Saat ini sekolah sedang dalam masa liburan musim dingin, dan setelah ini akan ada liburan Tahun Baru. Di saat itu, akan ada banyak hal yang bisa mereka tonton. Mulai esok hari, hingga akhir liburan nanti, mereka dapat menggunakan waktu senggang mereka untuk apapun. Berkat itu, sekarang Shidou jadi bisa mengurusi masalah dapur dengan lebih baik.

Dan, melihat reaksi Shidou, “……….Tapi” Reine melanjutkan kalimatnya.

“……………..Setelah ini, kita harus membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan kondisi tubuhmu.”

“Eh…………?”

Dengan nada suara khawatir, ekspresi wajah Shidou menjadi kaku.

“Apa maksudmu………………jangan bilang kalau, sesuatu terjadi kepada para roh juga!?”

“………………Tidak, bukan itu yang kumaksud…………… Itu mengenai rekor tes fisik yang kau buat saat kau sedang sakit dan aksimu yang menggoda Ai, Mai, Mii dan Nona Okamine saat demam mu berlangsung, yang masih harus kita selesaikan.”

“Buh!”

Mendengar kata-kata Reine, Shidou langsung terbatuk-batuk.

“……………..Mengenai rekor tidak biasa dari tes fisik, kita akan mencoba mengatasinya. Rekor lari 50 meter itu lumayan menyusahkan………. kita bisa mengatakan kalau itu dikarenakan oleh angin yang bertiup kencang saat itu, atau karena kau secara tidak sengaja meminum obat demam yang tanpa diketahui mengandung kadar obat penguat stamina dalam batas bahannya. Kurasa kita masih bisa mengarang suatu alasan.”

“Yah, kurasa tidak akan semudah itu, sih……….”

Tapi, daripada membiarkan orang lain tahu mengenai para roh, Shidou lebih memilih untuk setuju dengan ide ini.

Tetapi, masalah yang sesungguhnya adalah yang satu lagi. Reine juga mengerti betul akan hal ini. Bahkan hingga saat ini, masalah ini masih belum terselesaikan.

“Dan untuk masalah Ai, Mai, dan Mii, kita bisa mengatakan kalau itu cuma bercanda. Sekarang yang tersisa untuk diselesaikan cuma tinggal satu. Orang itu adalah Nona Okamine. Intinya, kami dapat membatalkan pemesanan upacara pernikahannya…………..”

“Gwah!”

Begitu mendengar kata-kata tak terduga dari Reine, Shidou kembali terbatuk-batuk.

“P-Pemesanan upacara pernikahan…………..!?”

“………..Ya. Entah bagaimana, kami dapat menjelaskan situasi kepadanya, sekarang dia sudah mengerti situasinya, tapi tetap saja, dia ingin memastikan dari mulutmu langsung kalau semua itu cuma kesalah pahaman semata. Aku akan mengatur tempat pertemuanmu degannya, cobalah selesaikan masalah ini sebelum libur musim dingin ini berakhir.”

“………………Kuh, yang satu ini lumayan sulit………….”

Berbagai kemungkinan mulai bermunculan di dalam kepala Shidou.

Setelah itu, sebuah suara terdengar muncul dari kantung seragam Reine. Suara alarm *Pipipip* berdering.

“…………..Ng, jadi sudah waktunya.”

“Apakah kau ada urusan lain?”

“……………Ya. Mari bertemu lagi nanti, kita akan bertemu lagi di perencanaan selanjutnya.”

“Begitukah? Kalu begitu, aku juga permisi, karena aku harus meminta maaf kepada orang itu.”

Shidou meminta izin untuk pergi, Reine menyetujui rencananya, sementara Kotori melambaikan tangannya.

“………….Aah, maaf.”

“Mungkin aku juga, aku akan kembali saat makan malam nanti. Apa kau butuh mobil?”

“Ng…………… Kurasa tidak. Aku akan pergi berbelanja sebelum pulang ke rumah nanti.”

“Begitu, ya? Kalau begitu, sampai jumpa.”

“Ya.”

Shidou melambaikan tangannya, kemudian meninggalkan ruangan itu.
Setelah itu, Shidou pergi ke ruang ganti tepat di sebelah ruangan itu untuk berganti pakaian. Lalu, Shidou berjalan menyusuri lorong dengan santai.

Di tengah jalan, Shidou mengeluarkan Hp nya dari kantung bajunya untuk melihat jam, sekarang masih belum jam 2 siang.

“Ng……………masih ada beberapa waktu tersisa. Apa yang akan kulakukan, ya…………”

Sembari berjalan, isi kepala Shidou dipenuhi oleh berbagai menu yang akan ia hidangkan untuk makan malam nanti. Suara langkahnya bergema di dalam lorong.

Selagi berjalan, terdengar suara langkah lain terdengar dari arah yang berlawanan menghampiri Shidou.

“Ooh, Shidou-kun. Sudah mau pulang ke rumah?”

“Apa pemeriksaannya sudah selesai?”

Seorang pria yang mengenakan sarung tangan dan kacamata, dan seorang wanita berambut sebahu. Sang wanitalah yang tadi memanggil Shidou. Mereka berdua adalah anggota <Ratatosk>, Nakatsugawa Munechika dan Shiizaki Hinako. Sepertinya mereka baru saja kembali dari berbelanja, karena saat ini mereka sedang memegang kantung plastic di tangan mereka.

“Ya. Akhirnya aku bisa bebas karena kondisi tubuhku sudah kembali normal.”

“Haha, itu bagus. Tubuh adalah harta kita yang paling berharga.”

“Kurasa juga begitu. Jagalah tubuhmu dengan baik.”

“Haha………..Tentu saja. Apa kalian berdua kembali dari berbelanja?”

“Ya. Di <Fraxinus>, sangatlah sulit untuk pergi keluar, tapi di fasilitas bawah tanah ini, kami bisa pergi keluar lebih mudah.”

“Aah, benar juga ya.”

Setuju, Shidou menganggukkan kepalanya. Tepat di dekat pintu keluar masuk fasilitas bawah tanah ini terdapat pusat dari Kota Tenguu. Di sana terdapat banyak gedung-gedung mengelilingi setiap sudut jalan, dan juga perumahan para penduduk. Mereka berdua terlihat lebih senang tinggal di tempat ini karena mereka bisa pergi keluar dengan lebih mudah.

Tentu saja, sebagai anggota <Ratatosk>, mereka tidak boleh membiarkan warga sipil mengetahui keberadaan organisasi ini. Jadi, Nakatsugawa dan yang lainnya saat ini tidak mengenakan seragam <Ratatosk>. Melainkan mengenakan jas yang lebih terlihat seperti seragam perusahaan biasa. Mereka juga mengenakan tanda pengenal di leher mereka untuk membuktikan bahwa mereka adalah karyawan perusahaan.

Dengan begini, tidak ada seorangpun yang akan berpikir jika mereka adalah anggota dari organisasi rahasia sama sekali.

“Tapi, entah mengapa aku merasa sedikit kesepian. Sebagai seorang pria, aku merindukan sensasi ketika sedang menjalani tugas di dalam pesawat tempur. Bekerja keras hingga mencapai batas! Kuharap <Fraxinus> bisa segera selesai diperbaiki!”

Lalu, Nakatsugawa mengepalkan tangannya dan kacamatanyapun mulai berkilauan. Shidou tersenyum melihat aksi Nakatsugawa……………Tetapi sebagai anak laki-laki, Shidou dapat mengerti apa yang Nakatsugawa maksudkan.

“Jadi…………..Apa yang kalian beli?”

Ketika Shidou bertanya, mereka berdua tersenyum dan menunjukkan isi kantung plastic di tangan mereka.

Di dalamnya, terdapat begitu banyak makanan manis yang mungkin merupakan pesanannya Kotori.

“Chupa-Cups, kan?”

“Ah, jadi kau sudah tahu, ya?”

Mendengar tebakan Shidou, Shiizaki tersenyum dan berkata “Seperti yang diharapkan dari seorang kakak.”

“Aku juga membeli beberapa makanan manis untuk persediaan dan juga ini!”

Selanjutnya, Nakatsugawa mengeluarkan sebuah buku dari kantung plastik itu.
Itu adalah majalah Shounen Manga berukuran kertas B5. Sampul depannya bergambarkan seorang anak lelaki yang sedang bergaya dengan sebuah pedang. Di atasnya terdapat logo <Weekly Shounen Blast>.

“Ng? Apa ini………..Blast?”

“Benar sekali. Ini edisi terbaru yang dijual hari ini. Apa Shidou-kun pernah membacanya sebelumnya?”

“Tentu saja. Itu sudah jelas. Di jaman ini, tak ada seorangpun yang belum pernah membaca majalah populer ini.”

Tetapi, apakah itu? Shidou memiringkan kepalanya dengan penasaran. Melihat reaksi Shidou, Nakatsugawa menunjukkan jarinya ke bagian kiri bawah sampul depan buku itu.

“Apa maksudmu, ini………….Eeh?”

Seolah tak percaya akan apa yang baru saja dilihatnya, Shidou melihat dari dekat sekali lagi.
Melihat reaksinya ini, Nakatsugawa mengangguk dengan penuh kepuasan.

“Tepat. Setelah sekian lama tidak terbit, serial karya Honjou Souji [SILVER BULLET], baru saja mulai diterbitkan kembali bulan ini!”

“Ah, kau benar. Dulu aku juga sering membaca ini. Untuk alasan tertentu, beberapa tahun yang lalu serial ini tiba-tiba saja berhenti diterbitkan, dan setelah itu tidak pernah diterbitkan lagi di majalah dalam waktu yang lama, kan?”

“Benar! Pengarangnya dan penerbitnya memutuskan untuk melanjutkan serial ini lagi. Dikatakan bahwa serial ini berhenti sekian lama karena penyakit mendadak yang diderita oleh pengarangnya, tapi sebenarnya, itu semua cuma alasan yang dibuat-buat supaya Honjou bisa kembali bekerja! Hal seperti ini bisa sampai terjadi……………Aku masih tidak bisa mempercayainya, aku bisa kembali membaca kelanjutan dari [SILVER BULLET] merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya…………..!”

“Ha~, Uwaah~, Kangen rasanya.”

Tertarik, Shidou dan Nakatsugawa melanjutkan diskusi mereka yang semakin memanas. Shiizaki mengerutkan alisnya, kemudian mengeluarkan Hpnya dari dalam kantungnya dan mendekatkan Hp itu ke telinganya.

“Ya, ini Shiizaki………..Aah, ya, mengerti. Kami akan segera kembali.”

Shiizaki mengakhiri teleponnya. Ia meminta maaf pada Shidou dan memberitahukan kalau mereka harus segera kembali.

“Aku benar-benar minta maaf, tapi kami harus pergi sekarang. Ini, bisa tolong berikan kepada Komandan?”

Sambil mengucapkan itu, ia memberikan kantung belanjaan itu kepada Shidou. Shidou mengambil kantung tersebut dan setuju untuk memberikannya pada Kotori.

“Tidak masalah. Kau bisa fokus pada pekerjaanmu.”

“Terimakasih banyak. Kami terselamatkan. Kalu begitu………”

Shiizaki menundukkan kepalanya kepada Shidou, kemudian ia berjalan dengan terburu-buru ke arah yang berlawanan lalu menghilang dari pandangan Shidou. Melihat Shiizaki pergi, Nakatsugawa juga meminta ijin untuk pergi juga.

“Kalau begitu, aku juga permisi dulu. Sebelum liburan ini berakhir, aku akan menyelesaikan membaca [SILVER BULLET]!”

“Haha………Kalau begitu, sampai jumpa lagi.”

Setelah Shidou mengucapkan salam perpisahan pada Nakatsugawa, Nakatsugawa pergi berjalan ke arah yang berlawanan dari Shiizaki pergi tadi.

“Kalau begitu~ ayo segera antarkan ini pada Kotori.”

Karena kantung belanja yang dibawa Shidou itu ringan, ia bisa kembali dengan cepat, pintu ruangan itupun sudah terbuka.

“Oi~ Kotori. Ini pesananmu dari Shiizaki-san…………Eh.”

Secara langsung, tubuh Shidou membeku.

Tapi reaksi seperti itu memang normal. Di dalam ruangan itu ada Kotori dan Reine, dan ada seorang gadis yang sedang dipegangi dengan erat……………..Dengan kasar Kotori melemparkan gadis itu ke atas kasur, lalu melepas secara paksa pakaian rumah sakit gadis itu.

“Kya~! Kyaaaaaaaaaa!”

“Kau ini! Diamlah…………! Buka pakaianmu!”

“Ko, Kotori…………..?”

Tepat di depan matanya saat ini, terdapat hamparan padang bunga. Detak jantung Shidou semakin cepat, lalu Kotori mulai menyadari keberadaan Shidou. Melihat Shidou, bahu Kotori mulai gemetar.
“S-Shidou!? Bukankah tadi kau sudah pergi?”

“Y-Yah, aku tadinya mau ke sini untuk mengantarkan barang pesananmu………….”

Shidou mengalihkan pandangannya dari Kotori.

“Bagaimana mengataknnya ya…………maaf. Tapi, memaksakan kehendak kepada orang lain itu hal yang buruk, kau tahu…………..”

“Kau benar-benar sudah salah paham!”

Kotori mencoba menjelaskan keadaan. Ia memperbaiki pakaian gadis tadi yang tengah terbaring di atas kasur. Kotori melepaskan tangannya dari gadis itu lalu berdiri hingga Shidou dapat melihat gadis tersebut.

Gadis itu terlihat seumuran dengan Kotori. Rambutnya diikat satu dibelakang, dan ada tahi lalat kecil di bawah mata kirinya.

Gadis itu mengenakan pakaian rumah sakit yang sama dengan yang dikenakan Shidou tadi. Hanya ada satu penjelasan mengapa gadis itu memakai pakaian itu. Kondisi badan gadis itu pastilah sedang tidak dalam keadaan baik.

Melihat penampilan itu, mata Shidou terbelalak.

“Mana!?”

“Eh………….? Ah, Nii-sama!”

Gadis itu merespon dengan nada kaget.

Saat ini disana, terdapat seorang gadis yang menyebut dirinya sendiri sebagai adik kandung dari Shidou, nama gadis itu adalah Takamiya Mana.

“Ya. Tidak ada masalah serius sih. Sekarang ini kami cuma berpikir kalau kami harus melakukan pemeriksaan detail padanya, tapi anak ini terus menolak.”

“Itu tidak perlu, karena Mana tidak merasakan sakit dimanapun~itu saja! Karena itulah aku baik-baik saja!”

“……………………”

Kotori menatap tajam ke arah Mana. Mana tersenyum kecut dan keringat dingin mengalir di pipinya.
Kalau diingat-ingat lagi, Shidou mulai mengingatnya kembali. Waktu itu ketika kekuatan roh di dalam Shidou lepas kendali, DEM datang untuk menyerangnya, dan dia mendengar jika Mana datang tepat pada waktunya sebelum hal buruk sempat terjadi.

“Begitu ya………..Kau juga sudah menolongku. Terimakasih, Mana.”

“Nii-sama…………….”

Mendengar perkataan Shidou, Mana tersenyum lebar kemudian berdiri.

“Apa yang kakak katakan? Mana dan kakak bukanlah orang asing, jadi tidak perlu berkata begitu!”

“Haha………..Benar juga.”

Shidou membalas dengan senyuman.

Lalu Mana, yang tadinya tersenyum lebar mendadak merubah ekspresi wajahnya menjadi sangat serius, perlahan berjalan mendekat sambil menatap ke arah Shidou.

“Ngomong-ngomong, kakak. Ada sesuatu yang selalu ingin kutanyakan jika aku bertemu dengan kakak………..”

“Ng, apa itu?”

“Ya. Tentang apa yang dikatakan kakak waktu itu-“

Tetapi sesuatu mengganggu Mana sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya. Kotori berkata “Ngh……………..”

Kotori tertawa dengan cara yang aneh dan menaruh tangannya di atas pundak Mana.

“Maanaaaaaaa? Kenapa kau lari seperti itu sementara kau berbicara dengan Shidou?”

“Eh? Ah, tidak, bukannya aku berniat untuk melarikan diri atau semacamnya………..”

Meskipun Kotori bersikap dengan sangat bersahabat, entah mengapa terdapat sesuatu yang terasa dingin terdengar diantara kata-katanya. Wajah Manapun memucat. Meskipun Shidou tidak dapat melihat wajah Kotori dari posisinya saat ini, entah mengapa ia mengetahui jika saat ini ekspresi wajah Kotori pastilah terlihat sangat menyeramkan.

Meskipun begitu, Kotori hanya menghela napas.

“Jangan salah paham. Itu tidak seperti aku jadi marah atau semacamnya. Sekarang, jika kau tidak ada saat itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Dan aku benar-benar berterimakasih untuk itu.”

Mana dapat merasakan ketulusan hati Kotori dari kata-katanya, Mana menenangkan dirinya sedikit saat melihat ini, tiba-tiba saja Kotori menguatkan pegangan tangannya di atas bahu Mana.

“Maka dari itu, tidak ada alasan bagimu untuk merasa takut. Jadi kau jangan takut. Tentang kau yang pergi begitu saja tanpa memperdulikan keadaan tubuhmu, atau mengenai kecerobohanmu saat menggunakan Realizer, atau tentang kau yang tidak pernah bisa dihubungi setelahnya, tapi malah saling menukar kabar dengan Reine tanpa sepengetahuanku. Aku sama sekali tidak keberatan dengan itu sedikitpuuuuuuuuuun.”

“H-Hiiiiiiii!?”

Jari jemari Kotori menancap kuat di atas bahunya Mana. Air mata mulai mengalir dari kedua mata Mana dan iapun menggelengkan kepalanya berulang kali.

“H-Hey, Kotori……………Jangan terlalu berlebihan, oke?”

Mendengar perkataan Shidou, Kotori berbalik dan menatap tajam ke arahnya.

“Bagiku mendengar kata-kata seperti itu dari dirimu, bagaimana menjelaskannya ya, aku tidak kenal dengan siapapun yang akan selalu melakukan hal-hal berbahaya seperti kalian berdua kakak-adik lakukan.”

“Ugh………..”

“Itu…………..”

Baik Shidou maupun Mana tidak dapat membantahnya dan berhenti berbicara. Dengan begini, mereka kembali ke persoalan yang tadi.

Melihat reaksi mereka berdua, Kotori hanya bisa menghela napas. Lalu, Kotori kembali menatap ke arah Mana lagi.

“Bagaimanapun juga, jangan coba-coba untuk melarikan diri lagi, oke. Kau harus menjalani pemeriksaan ini, dan kau akan menerima perawatan dengan benar. Bersiaplah. Kami akan memeriksamu dengan detail hingga ke bagian tertentu yang kau sendiri bahkan tidak mungkin tahu.”

“Kyaaa~! Kyaaaaaaaaaa!”

Sementara Mana berteriak, Kotori terus memegangi bahu Mana. Kaki Mana mulai gemetar dan melihat ke arah Shidou sambil berteriak.

“Nii-samaaaaaaaaa! Selamatkan akuuuuuu!”

“Tidak, kau tidak boleh melarikan diri……….Sampai jumpa lagi.”

0 comments:

Post a Comment